Kehilangan Orang yang Dicintai

Pertama kali saya merasakan sakitnya kehilangan orang yang dicintai saat kelas 3 SD. Allah mengambil suami Budhe yang sudah bertahun-tahun sakit. Saya mengenal Beliau sebagai sosok yang sangat kebapakan. 

Kelas 5, Allah juga mengambil nenek. Pun sudah lama sakit. 

Jelang Ramadhan 2006, Bapak yang sudah setahun sakit, menghela napas terakhirnya di hadapanku. 

2013, akhirnya Budhe menyusul suami tercintanya di usia 83 tahun, setelah bertahan dengan berbagai obat. 

Kehilangan orang yang dicintai selalu meninggalkan perih tak terperi, meskipun mereka pergi setelah "menderita" dalam sakitnya. Seharusnya saya sudah menyiapkan diri sejak jauh-jauh hari. 

Hingga 5 tahun lalu, ponakanku yang paling cantik meninggal karena kecelakaan. 40 hari kemudian, kami melaksanakan tahlil di hari ulang tahunnya. Bedanya, Si Kembar ini hanya adiknya saja yang menginjak usia 20. 

Syok. Sedih yang tak terucap. Bahkan hingga kini pun setiap kalo ke rumah kakak, rasanya dia masih kuliah saja. 

Dan hari ini, Pak Tetangga yang dikenal ramah dan baik, meninggal karena kecelakaan juga. 

Hati rasa teriris, tak terbayangkan sakitnya mereka yang ditinggalkan. Istri, 3 anak yang masih kecil, orang tua dan keluarganya... 

Tak terasa badanku lemas, air mata pun menetes. Berharap mereka yang ditinggalkan bisa menghadapi hari ini, hari esok dan hari-hari berikutnya dengan tetap berdiri tegap. 

Pikiranku melayang jauh. Entah bagaimana bila aku kehilangan orang-orang yang dicintai (lagi).